Waktu yang hilang
5 januari 2012
Tertegun ku memandang monitor di depan mataku, tangan ku ini berasa kaku untuk melanjutkan pekerjaan ku. Setumpuk kertas masih tersusun di meja kerjaku, masih sedikit yang bisa ku selesaikan hari ini, aku tertunduk lesuh. Ku selesaikan sedikit demi sedikit pekerjaan ku ini, meski aku merasa kurang enak badan. Jam menunjukan pukul 17.00 pertanda jam kerjaku selesai, ku beranjak dari tempat kerjaku dan langsung menuju kampusku. Tapi dari tadi aku merasa ada yang ga enak dengan perasaanku ini, tapi tetap ku melaju menuju tempat ku menuntut ilmu.
Tertegun ku memandang monitor di depan mataku, tangan ku ini berasa kaku untuk melanjutkan pekerjaan ku. Setumpuk kertas masih tersusun di meja kerjaku, masih sedikit yang bisa ku selesaikan hari ini, aku tertunduk lesuh. Ku selesaikan sedikit demi sedikit pekerjaan ku ini, meski aku merasa kurang enak badan. Jam menunjukan pukul 17.00 pertanda jam kerjaku selesai, ku beranjak dari tempat kerjaku dan langsung menuju kampusku. Tapi dari tadi aku merasa ada yang ga enak dengan perasaanku ini, tapi tetap ku melaju menuju tempat ku menuntut ilmu.
Mata kuliahpun selesai dan aku segera pulang kerumah. Ku lempar tasku dan bergegas tuk segera mandi, rencana setelah mandi dan sholat isya, aku akan segera pergi tidur dengan keadaan ku yang kelelahan. Baru sebentar ku merebahkan tubuhku di tempat tidur, ponsel ku bordering terpampang sebuah nomor yang tak bernama.
“Hallo, Assalamu’alaikum” ucapku
“Wa’alaikum salam, bisa bicara dengan Ina?” jawab dari seberang yang terdengar agak bising.
“iya, dengan siapa ya ini?” tanyaku
“Na, ni aku Doni… aku mau kabarin kamu kalau si Raka kecelakaan dan dia sekarang menuju ke Semarang tuk di makamkan di kampung halamanya”
Aku terdiam, tak sepatah katapun keluar dari mulutku. Jantungku terasa berhenti berdetak saat itu juga, ponsel yang ku pegang terjatuh dan tak ku dengar lagi suara dari arah seberang. Air mataku mengalir deras seketika, dalam keadaan yang sangat kalut ku ambil tas ranselku, jaket serta dompet dan segera ku memakai sepatu. Aku menuju ke ruang tengah untuk berpamitan pada ayah dan ibuku yang sedang menonton TV di sana beserta kakaku.
Setelah kujelaskan, Ayah dan Ibuku pun mengizinkanku untuk ke Semarang menghadiri pemakaman Raka dengan syarat di temani kakaku Aldi. Kami pun langsung menuju terminal untuk ke Semarang, beruntung ada bus yang belum berangkat pada jam 22.30. Dalam perjalanan air mataku terus mengalir walau kak Aldi terus menghiburku. Kal Aldi pun ga berani bertanya banyak kepadaku tentang Raka, dia hanya mencoba menasehatiku untuk sabar dan Ikhlas. Rasanya ingin sekali aku cepat sampai di kediaman Raka dan ingin melihat nya untuk yang terakhir kalinya. Yang aku rasakan perjalanan malam itu pun sangat lama sekali.
Jam 08.00 pagi aku sampai di semarang, aku dan kakaku pun langsung menuju kerumah Raka.
Dan benar adanya di rumah Raka sudah Nampak banyak orang berkumpul dengan air mata yang berlinang. Aku masih tertegun memandang sesosok tubuh yang kaku dan sudah tertutup kain dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Nampak pula seorang wanita yang sudah tak asing lagi di mataku Wina (yag ku ketahui tunangan Raka) di samping kanan jasad Raka. Jantungku semakin berdetak kencang setelah ku mendekat di samping Raka.
Ku tahan air mataku, dan berbisik pelan di depan kedua orang tua Raka.
Dan benar adanya di rumah Raka sudah Nampak banyak orang berkumpul dengan air mata yang berlinang. Aku masih tertegun memandang sesosok tubuh yang kaku dan sudah tertutup kain dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Nampak pula seorang wanita yang sudah tak asing lagi di mataku Wina (yag ku ketahui tunangan Raka) di samping kanan jasad Raka. Jantungku semakin berdetak kencang setelah ku mendekat di samping Raka.
Ku tahan air mataku, dan berbisik pelan di depan kedua orang tua Raka.
“Pak, bu… bolehkah saya melihat Raka untuk yang terakhir kali nya?”
Orang tua Rakapun mengangguk pertanda menyetujui permintaanku. Ku buka kain yang menutupi wajah Raka, kupandangi wajahnya yang sudah tak akan bisa ku lihat lagi untuk kedepanya. Di raut wajah Raka tampak masih segar, masih ganteng seperti dulu saat aku bersamanya, aku pun membaca ayat untuk mendoakan Raka. Tiba tiba Ibu Raka memeluku erat sekali, aku masih menahan airmataku yang menggenang di mataku, aku ingin sekali menyaksikan pemakaman Raka jangan sampai aku tak melihatnya hanya karna aku ga kuat untuk melihatnya. Tubuhku serasa kaku, jantungku seperti berhenti berdenyut dan darahku berasa naik dari ujung kaki ke kepala. Sayup sayup kudengar ucapan Ibu di telingaku “maafin Raka dan Ibu yang selama ini mungkin membuat Ina sedih”
Aku tetap terdiam menyaksikan jalannya pemakaman Raka. Selesai di makamkan tubuhku serasa tak bergerak dan tak sadarkan diri.
Saat aku terbangun sudah ada Ibu, ayah Raka dan kakaku Aldi di sampingku.
“kak Aldi” panggilku lirih
Kak aldi pun mendekatiku dan membantuku untuk duduk. Ibu Raka pun kembali memeluku dengan tangisanya yang kencang tepat di telingaku.
“Na, kalau bukan karna Ibu mungkin ga akan seperti ini” ucap beliau tepat di telingaku
Ku biarkan Ibu Raka memeluk dan mencium keningku, padahal dalam hati bertanya “ada apa ini sebenarnya?” aku tak mengerti sama sekali.
“kenapa bu?, semua ini sudah takdir dari allah Bu, Ibu ikhlaskan saja kepergian kak Raka” Jwabku dengan bibir gemetar.
Ibu Raka pun melepaskan pelukanya, tapi dia hanya berkata “iya, kamu bener Ina… Ibu takut kamu terpukul dengan kejadian ini”
“Bukan saya yang harus ibu khawatirkan bu, Tapi Wina… dia yang butuh perhatian dari Ibu dan bapak. Dia yang tunangan Raka bukan saya” lanjutku
“Ibu menyesal memisahkan kamu dan Raka dan menjodohkan dia dengan wanita pilihan Ibu” terang Ibu Raka
“Ibu, semua ini sudah Takdir dari yang maha Kuasa, Ibu jangan menyesal, Ibu ga salah.. setiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya, dan saya juga menghormati keputusan Ibu. Saya Ikhlas bu, sekarang Wina dimana bu?” tanyaku
Wajah Ibu Raka tampak seperti orang kebingungan, Seakan ada sesuatu yang ingin beliau sampaikan kepada ku. Sesekali beliau ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan karna beliau melihat Wina menghampiri kami.
Wina langsung memeluku erat seperti dia sudah lama tak bertemu denganku. Aku juga sangat heran melihat perilakunya yang menurutku agak aneh. Tiba tiba dia menyerahkan sebuah cincin ke tanganku. Dengan wajah keheranan aku pun bertanya “apa ini Win?”
Wina langsung memeluku erat seperti dia sudah lama tak bertemu denganku. Aku juga sangat heran melihat perilakunya yang menurutku agak aneh. Tiba tiba dia menyerahkan sebuah cincin ke tanganku. Dengan wajah keheranan aku pun bertanya “apa ini Win?”
“itu punya Raka, dia menyimpan ini sebelumnya untukmu, tapi aku terlanjur melihatnya lebih dulu dan kusangka itu untukku tapi ternyata tertulis namamu dan Raka dibelakangnya” jelasnya kemudian
Aku menginap semalam sebelum kembali ke Jakarta paginya bersama kak Aldi. Masih banyak pertanyaan setelah kejadian aku pingsan kemarin, Semua keluarga Raka tiba tiba bersikap baik terhadapku, padahal sewaktu aku bersama Raka mereka seperti ga suka terhadapku kecuali ayahnya. Walau masih banyak pertanyaan dan kejadian yang tak ku mengerti selama di rumah Raka, tapi aku harus kembali ke Jakarta. Akupun pamit dengan keluarga Raka untuk kembali ke Jakarta.
Di perjalanan menuju Jakarta ku pilih kereta untuk kembali ke Jakarta. Ponsel yang dari kemarin sengaja ku matiin pun ku hidupkan kembali, banyak sms, bbm, mention twiter dan pemberitahuan panggilan masuk dari teman kerja dan kuliahku bergantian masuk ke ponselku. Tak kujawab dan kembali ku matikan ponselku. Kakaku duduk di sampingku dan selalu menyemangatiku dgn keadaan ku yang sekarang ini. Kakaku pun tertidur, aku masih menikmati kereta melaju dengan cepat. Anganku melayang dan tertuju pada sosok Raka, masih teringat kenangan kenangan bersamanya dulu. Sampai akhirnya kami terpisah karena Ibu Raka tak menyetujui hubunganku dengan Raka kala itu.
****
Aku dan Raka bertemu saat aku masih satu kantor dengan dia. Waktu itu di kantin saat istirahat, aku sedang menikmati makan siang bersama teman temanku dia menghmpiriku, dan teman temanku pun pindah meja mempersilahkan kami tuk makan bersama. Aku yang kala itu tak mengenalnya, hanya dengar cerita dari teman teman kalau ada yang sering memperhatikanku dan mencari informasi tentangku. Ya itu Raka. Kami pun langsung akrab waktu itu karna aku yang cerewet dan humoris.
“Ina, boleh minta nomer HP nya ga?” Tanya Raka
“Hemmmm… boleh” jawabku sambil menyebutkan nomer HP ku, ku sembunyikan muka merahku.
Singkat waktu kami pun semakin hari semakin dekat, sampai satu kantor menggosipkan aku dengan Raka.
Hari minggu tanggal 1 agustus 2010 jam 14.00 dia datang kerumahku, penampilanya rapi aroma parfumnya yang khas yang aku suka membuatku semakin terpikat dengan Raka. Raka mengajaku untuk jalan jalan sebentar, karna aku ada keperluan untuk membeli sebuah buku jadi aku mengusulkan untuk pergi ke ke toko buku.
Kami pun sampai di toko buku yang berada di mall di Jakarta Utara. Raka mengikutiku dari belakang yang sedang sibuk mencari buku yang aku cari. Tiba tiba dia memegang tanganku, aku pun otomatis berhenti mencari buku dan tersenyum pada Raka.
“Ada apa kakak?” tanyaku
“Ke sini deh mendekat sebentar” jawabnya kemudian sambil menariku mendekat ke arah nya.
Lalu Raka mendekatkan bibirnya ke telingaku dan berkata “Aku sayang Ina, Ina mau ga jadi pacarku?”
Tak bisa mengungkapkan kata kata, aku terdiam ingin tersenyum tapi ku tahan yang aku rasakan aliran darahku terasa mengalir deras di sekujur tubuhku, Jantungku berdetak sangat kencang, tiba tiba kaki ku terasa dingin dan gemetaran. Raka semakin kencang menggenggam tanganku, menatap wajahku dengan tatapan penuh harapan. Diapun mengulangi ucapanya “Mau ga jadi pacar kakak?”
Aku mengangguk dan tersenyum kepadanya “iya, Ina mau” jawabku lirih
Raka pun tersenyum sumringah sambil terus menggenggam tanganku erat sekali. Setelah aku menemukan buku yang aku cari, kami pun pergi untuk makan di KFC dekat toko buku itu.
Raka pun tersenyum sumringah sambil terus menggenggam tanganku erat sekali. Setelah aku menemukan buku yang aku cari, kami pun pergi untuk makan di KFC dekat toko buku itu.
Masih dengan wajah berbinar binar Raka terus memuji dan menggodaku dengan rayuanya.
“Kenapa kak Raka suka sama aku?” jawabku di sela canda tawa Raka
“hemmm… kenapa ea? … karna kamu manis, baik sama semua orang, suka menolong, cerewet dan ga bisa diem” Jawab Raka sembari memencet hidungku yang memang tak mancung.
“Terus kenapa kamu mau jadi pacar kakak?” balas Raka bertanya padaku
“hehe…” jawabku sambil nyengir
“kenapa malah nyengir begitu, jadi tambah jelek kan?” goda Raka
“iiiihhhhhh…” Ucapku manja sambil mencubit lengan Raka.
Selesai makan kami pun memutuskan untuk pulang.
Enam bulan berlalu, ternyata Ibu Raka tak menyukaiku. Aku tak tau harus berbuat apa, karena aku sendiri memang tak bisa menjalani hubungan jika tak mendapat restu dari keluarga. Ku putuskan untuk berpisah dengan Raka, meski aku masih sangat menyayanginya. Begitupun dengan Raka, karena kami sudah berbuat banyak untuk mendapat restu dari ibunya namun hasilnya Nihil.
***
Ku buka buku yang di berikan padaku oleh Ibu Raka sewaktu pamit pulang ke Jakarta. Ku baca bismillah dan ku baca tulisan di buku itu, tulisan itu sangat ku kenal, tulisan tangan Raka.
Halaman pertama.
2 Februari 2011
My Dear Ina yang slalu ada dalam hatiku.
Perpisahan ini sungguh membuatku terluka. Aku menyayangimu, aku mencintaimu, tapi aku juga menyayangi keluargaku terutama Ibuku, mungkin ini jalan terbaik untuk kita. Jikapun kita berjodoh kita akan di pertemukan kembali, karena tulang rusuk tidak akan pernah tertukar. Semoga kamu bisa bahagia tanpaku…
Perpisahan ini sungguh membuatku terluka. Aku menyayangimu, aku mencintaimu, tapi aku juga menyayangi keluargaku terutama Ibuku, mungkin ini jalan terbaik untuk kita. Jikapun kita berjodoh kita akan di pertemukan kembali, karena tulang rusuk tidak akan pernah tertukar. Semoga kamu bisa bahagia tanpaku…
Maaf aku tlah mengecewakanmu, maaf aku tak bisa menepati janji janjiku…
Aku akan selalu menyayangimu Ina..
Aku akan selalu menyayangimu Ina..
***
Halaman ke dua
30 Agustus 2011
My dear Ina..
Hari ini tepat setahun kita bersama. Masih ku ingat wajahmu yang malu malu saat ku nyatakan cinta. Sampai saat ini aku masih belum bisa melupakanmu. Dan kemarin Ibuku menjodohkanku dengan Wina, wanita yang baik menurut ibuku. Namun aku tak bisa menggantikanmu dengan dia. Aku ingin menolak namun aku tak bisa menolak keinginan Ibuku.
Aku ini lelaki bodoh, tak bisa berbuat apa apa…
Aku ini lelaki bodoh, tak bisa berbuat apa apa…
Ina… maafin aku… maaf… maaf
***
Halaman ketiga
5 Januari 2012
My Dear Ina
Hari ini aku merasa sangat merindukanmu. Ingin ku menemuimu namun aku tak sanggup. Aku takut melukai perasaanmu kembali jika aku menemuimu kelak.
Hari ini aku merasa sangat merindukanmu. Ingin ku menemuimu namun aku tak sanggup. Aku takut melukai perasaanmu kembali jika aku menemuimu kelak.
Aku dengar kamu sudah mempunyai pacar lagi, aku sangat senang mendengarnya. Aku turut bahagia karena akhirnya kamu membuka hati untuk yang lain. Ku panjatkan doa semoga kamu bahagia. Ina sayang… aku ingin melihat wajahmu yang sudah lama tak ku pandang. Terakhir ku lihat setahun yang lalu, itu pun kamu acuh terhadapku.
Ina… aku hanya ingin minta maaf, karena tak bisa menepati janji janjiku dulu. Ina sayang aku berdoa semoga kamu bahagia… aku disini selalu mencintaimu.
Ina… aku hanya ingin minta maaf, karena tak bisa menepati janji janjiku dulu. Ina sayang aku berdoa semoga kamu bahagia… aku disini selalu mencintaimu.
Aku kembali meneteskan air mataku. Tulisan ini yang bisa ku lihat sekarang, tulisan terakhir Raka sebelum kecelakaan. Aku memang membencinya, waktu itu namun itu karena aku takut jika aku terus mengharapkanya. Ternyata Raka masih menyayangiku sampai terakhir hidupnya.
Cerpen Karangan: Nafisa
Blog: http://nafeesakansa.blogspot.com
Facebook: http://www.facebook.com/nafeesa.kansa
Blog: http://nafeesakansa.blogspot.com
Facebook: http://www.facebook.com/nafeesa.kansa
0 komentar:
Posting Komentar