waktuku tak menunggu harapanku ayahh,ibu...


Kenapa.. kenapa harus aku? Semua takdir yang terjadi padaku bukanlah sebuah kebetulan. bukan pula sebuah cerita yang bisa terukir indah dalam hidup. Kenyataanku tak sesuai dengan harapanku. Tak dapat kurasakan bahagia itu, tak dapat kurasakan genggaman kasih sayang seorang ayah yang kurindukan, yang kudambakan. Tak dapat ku bandingkan diriku dengan orang lain. Kenyataannya aku berbeda dengan orang lain. Begitupun dengan kehidupanku. Aku berbeda, aku tak sama dengan mereka. Namun dalam hati ini tak dapat kutahan kesedihanku saat takdir seperti ini yang harus kujalani.
“Hey, akhirnya kita lulus juga Li..” Sahut Linda menyela lamunanku.
“Iya Lin..” Singkatku.
“Kuliah dimana kamu nanti Li?”
“Gak tau lin, kayaknya disini saja.”
“Kenapa gak di luar kota? aku sih rencana di yogya Li..”
“Gak tau juga aku, masih bingung.”
Apakah aku bisa kuliah atau tidak aku pun tak tau, karena tidak ada biaya. Mamakku pasti tak sanggup membiayainya, ucapku dalam hati.
“Hey, melamun lagi. Ayo kita ke kantin temenin bayar utang-utangku sama Bu Dina.” Ucap linsa sambil merangkul bahuku dan kami pun berlalu menuju kantin.
Rasa syukur dan bahagia menyertai semua teman-temanku. Mereka sangat senang karena 3 tahun SMA yang telah dijalani akhirnya bisa lulus juga dan pasti bisa melanjutkan ke universitas yang terbaik di indonesia. Tapi untuk aku tidak. Tidak ada harapan, tidak ada kemungkinan dan mungkin tidak ada lagi peluang aku untuk bisa seperti mereka. Niatku untuk kuliah sangat kuat tapi berat rasa ini jika niat saja yang ada tapi biayanya tidak ada. Yang ku tau “uang bukanlah segalanya.. tapi segalanya butuh uang.. Allah… sakit hati ini, hati ini tak mampu bertahan ketika keinginan tak bisa kuraih.
Waktu menunjukkan jam 5 sore. Mamakku yang hanya berjualan di warung makan pulang dengan rasa lelah yang jelas terlihat di raut mukanya. Mamak setiap hari berjalan kaki untuk sampai di warung. Perjalanan yang sangat jauh yang semestinya harus menggunakan angkot tapi ia tak mau. Ia ingin hemat biaya angkot hingga ia rela jalan kaki pergi dan pulang. Miris hatiku melihanya. Namun apa dayaku aku tak bisa berbuat apapun. Aku malah memaksa ingin kuliah padahal jelas-jelas itu tak mungkin.
Malam itu mamakku berkata padaku,
“Nak kamu cari kerja yah, buat lamarannya.”
“Kok kerja? aku mau kuliah mak”
“Iya tapi kan mamak gak punya biayanya. Yah kamu sambil kerja nanti kalau bisa ya kuliah.”
“Mamak kok maksa, pokoknya aku mau kuliah. Kalau sudah bisa kuliah aku semangat mak kerja.” sambil menitikan air mata aku pun menangis. Aku langsung pergi ke kamar. Diam beribu bahasa, hanya dapat menangis dan menangis sampai akhirnya terlelap.
“Nak bangun yah nanti antar itu lamarannya. Semoga bisa masuk. mamak kerja dulu, jangan lupa ngelamar nanti.”
“Gak tau,” Jawabku masih kesal.
Yah aku pun memutuskan untuk melamar juga. Aku pergi naik angkot dan ku langsung antarkan lamaranku ke sebuah toko kue yang cukup besar. Akhirnya beberapa jam aku pun di telpon dan besok harus datang untuk interview. Malam hari aku ceritakan hal ini pada mamak ku.
“Besok ada tes mak”
“Alhamdulillah.. mamak doakan semoga diterima ya nak”
“Iya”.
Esok pun aku kesana. Aku di tes pelajaran akuntansi. Namun gagal karena aku bukan dari jurusan ips melainkan ipa. Ya aku rasa aku tidak diterima. Akhirnya aku pun pulang dengan rasa kecewa. Apalagi saat aku cerita pada mamakku bahwa aku tak bisa mengerjakan soalnya dengan baik, karena memang aku sudah lupa dengan pelajaran akuntansi saat kelas X dulu.
“Ya sudah gapapa kalau belum rezekinya. Nanti ngelamar aja ke tempat lain.” lagi lagi mamakku berusaha menenangkan aku agar tidak putus asa. Padahal aku tau dia yang paling lelah seharian kerja tapi masih tetap memberi semangat padaku. Sebenarnya aku sayang mak sama mamak.. tapi rasa sayangku tertutup oleh egoku sendiri.
Selang beberapa hari aku ditelpon kembali. Ternyata dari perusahaan toko kue itu. Dan besok masuk jam 8 memakai baju hitam putih. Ada kaget dan heran pula. namun rasa itu membuatku untuk segera kesana keesokan harinya. Tiba disana ternyata ada juga 3 orang wanita yang akan interview juga. Akhirnya kami dipanggil. Dan aku pun ditempatkan di producting sebagai perbantuan mendekor kue selama 11 hari. Yah awalnya aku ragu tapi aku yakini mungkin ini yang terbaik yang Allah berikan padaku. Lagian gajinya lumayan bisa menambah uang lebaran dan kuliah nanti, pikirku.
Akhirnya aku pun mulai kerja untuk yang pertama kalinya. Awalnya yang tak mengerti namun setelah diajarkan bisa juga. Orang-orang disana juga baik-baik, mau mengajarkan aku. Walaupun buatku terasa berat juga tapi tetap kujalani karena niatku ini. Waktu istirahat kugunakan untuk shalat di mushola tempat aku bekerja ini sambil membaca al-qur’an. Jadi walaupun bulan puasa bekerja tidak terasa berat. Aku pulang jam 4 sore. Seperti biasa pulang naik angkot. Di rumah aku selalu ngeluh sama mamakku karena aku capek kerja. Tapi mamakku selalu bilang, “Lebih capek mamak nak..”
Di situ aku berusaha gak ngeluh lagi, tegar seperti mamakku. Walaupun kadang aku bilang seperti itu lagi. Hari per hari aku lalui pekerjaan ku ini dengan tanggung jawab walaupun resikonya kadang lelah tapi aku tetap semangat. Tak cukup lama aku pun bisa mengenal teman-teman yang juga bekerja disana. Rata-rata usianya diatas aku. Aku coba untuk lebih akrab dengan mereka.
Hingga pun 11 hari tiba juga.
“Hari terakhir.. semoga berkah,” ucapku dengan langkah bismillah..
Yah hari terakhir yang memang sangat melelahkan. Banyak kue yang harus dibuat dan pastinya harus banyak tenaga yang dibutuhkan. Tapi aku yakin aku pasti bisa. Yah memang akhirnya selesai dari pagi hingga pukul 5 sore. Rasa lelah tapi seakan pudar karena hari ini dapat gaji pertamaku. Aku dipanggil ke dalam ruangan dan tanda tangan untuk menerima gaji. Alhamdulillah… gaji pertamaku berawal disini, walaupun hanya 11 hari saja kerja tapi aku bersyukur.
Selesai menerima gaji segera kita saling maafan karena esok sudah lebaran. Setelah itu aku pun pulang dengan membawa gaji pertamaku ini. Rasa bangga pasti ada. Tiba di rumah ternyata mamakku sudah menungguku. Kita langsung pergi ke toko baju untuk membeli baju lebaranku. Semua mamakku yang memilih. Aku juga membelikan mamakku dompet baru. Aku senang walau bayangan untuk kuliah masih teringat tapi aku yakin akan takdirNya pasti ada jalanNya.
Lebaran tiba. Semua umat muslim bergembira di hari nan fitri ini. Semuanya saling maaf memaafkan. Begitupun dengan keluargaku. Walau hanya ada mamakku dan kakakku tapi aku cukup senang. Aku sudah terbiasa dari umur 3 tahun tak merasakan kasih sayang seorang ayah kandung sendiri. Walaupun kini dia masih ada tapi aku tak tau entah dimana. Tak seorang pun tau. Tak ada niatku juga untuk mencarinya.
Untuk apa?
Untuk membuat luka pada mamakku lagi?
Aku tidak mau!
Tak gampang membesarkan anak sendirian, bekerja apapun demi anak. Tak gampang tapi mamakku bisa!
Dia wanita kuat, tegar, tak putus asa. Dia ibu terbaik!
Dia tak pernah malu apa yang dia kerjakan selama itu halal dan demi anaknya. Dia segalanya buat diriku walaupun terkadang aku pernah membuatnya kecewa karena sikapku.
Seiring sejalan pun cepat pula berlalu. Ingatanku terus membayangkan bisa kuliah di tahun ini.
“Mak bentar lagi pendaftaran di tutup. Aku mau daftar.” Mamakku hanya diam saja.
“Mak… aku mau kuliah aku mau daftar pokoknya.” Ucapku seakan kesal.
“Mamak tau nak.. mamak juga bingung. Kamu juga belum dapat kerja bagaimana nanti bayarnya. Mamak juga gak ada uang nak..” Ucap mamakku sambil menghela nafas.
“Coba besok mamak usaha pinjam. Siapa tau ada jalannya. Sabar ya nak..” Tambahnya sambil menghela nafas.
Aku pun langsung ke kamar, sambil menitikkan air mata. Tak kuat ku menahan asa, melihat mata mamakku tadi yang menunjukkan rasa bingung. Aku tau beliau banyak yang sedang difikirkannya. “Aku kasian mak sama mamak… tapi aku pengen kuliah juga mak…” sambil menangis dalam tidurku.
Dua hari berlalu. Aku mendapat kabar bahwa ada yang lagi butuh karyawan. Aku pun langsung menuju perusahaannya. Tiba disana aku kira hanya interview dulu, tapi tak lama kata mbak Eny langsung kerja. Dan mbak Eny yang mengajarkan aku.
“Ini nanti kamu kerjanya disini. Jadi kamu nanti call pelanggan dan isi datanya disini. Nanti kalau sudah selesai save dan kirim filenya ke aku. Besok aku update lagi datanya.” Kata mba eny sambil menjelaskan semua caranya.
“Iya mbak,” kataku sambil mengingat semua penjelasannya tadi. Terlihat jelas mbak Eny orangnya baik, tidak mudah marah. Aku pun bisa langsung mengerti dengan perkataannya. “kalau gak diangkat tulis RNA. kalau diangkat berarti called yah.”
“kalau gak aktif mba tulis apa?” tambahku memotong penjelasan mbak Eny
“mailbox saja.”
“oke mbak makasih mbak.”
“iya udah mbak tinggal dulu. Nanti kalau ada apa-apa gtalk mbak aja.” Sambil berlalu pergi.
“siip mbak.”
Bismillah… hari pertama harus bisa. Semoga hari jum’at ini penuh berkah. Aamiin.. sambil menulis status di gtalk dengan kata “semangat..!!”
Aku pun akhirnya telah terbiasa dengan pekerjaan baruku ini. Pekerjaan yang penuh resiko dan tantangan. Namun aku cukup optimis menjalankannya. Aku senang karena tidak terlalu lelah. Jam istirahat aku gunakan untuk bertemu Sang Penciptaku. Aku adukan setiap apa yang kulalui hari ini. Hal ini jauh membuatku tenang. Bisa mengadukan semua masalahku padaNya.
Hampir setiap hari aku selesaikan pekerjaanku lebih dari targetku. Sampai pun waktu istirahat aku masih sibuk dengan pekerjaanku. Hal ini membuat masalah baru untukku. Aku ditegur oleh seorang pria yang sudah senior. Mungkin beliau sudah lama bekerja disana.
“Kalau waktunya istirahat yah sudah dulu kerjanya.” Tegas, jelas ucapan Beliau sampai tidak ada yang berani berucap di ruangan itu. Semuanya diam. Begitu dengan aku yang hanya bisa menitikan air mata lagi. Sedih.. Kenapa harus seperti ini. Aku takut hal ini malah membuat masalah baru lagi.
Aku pun ceritakan masalahku ini pada mbak Eny.
“Mbak tadi aku ditegur mbak, aku disuruh istirahat tapi aku gak mau mbak. Bukannya aku nolak mbak tapi aku tadi sudah istirahat pas shalat. Aku juga malah fokus sama kerjaanku mbak. Aku tau aku salah mbak.”
“Lain kali liandra gak boleh gitu lagi yah. Niat bapak itu baik kok. Liandra juga harus lebih menghargai juga.”
“iya mbak. jadi aku ini nanti gak kerja lagi mbak?”
“haha gak lah. udah jangan di masukin hati yah.”
“gak bisa mbak. Aku takut mbak.”
“udah gakpapa lain kali jangan gitu lagi yah.”
“iya mbak makasih ya mbak.”
Ya Allah… aku takut. Semoga saja tidak apa-apa. Aku bergegas pulang dengan rasa sedih.
Semenjak kejadian itu aku lebih sering diam. Aku takut dan harus lebih hati-hati lagi. Yah semenjak dari awal kerja aku tak pernah ngobrol dengan siapapun kecuali mbak Eny. Tapi lama-lama bosan juga. Aku pun mencoba menegur teman-teman yang lain. Alhamdulillah mereka juga merespon dengan baik. Jadinya aku gak canggung lagi dengan mereka.
Malam itu aku dan mamak berbincang-bincang.
“nak mamak sudah usaha pinjam tapi gak dapat juga.” Aku pun diam.
“mamak sudah bingung. Kalau mau gadai surat rumah gak bisa juga nak.”
kembali ku terdiam. Aku diam memikirkan semua. Aku yakin aku tidak bisa kuliah. Aku juga gak tega dengan mamakku. Apakah aku harus terus-terusan memaksa mamakku? Tega kah aku membiarkan mamakku sedih dengan semua permintaanku.
Dia yang rela melakukan apapun demi aku. Bahkan sampai aku sudah lulus seperti ini tapi masih meminta padanya? Aku bingung.. semuanya tak dapat ku fikir dengan logika. Perasaanku lebih dalam dari logikaku.
“Ya sudah kalau gak kuliah gak papa.” Jawabku pelan.
“Mamak sudah usaha nak tapi ya kenyataannya begini. Gak papa ya nak, jangan kecewa, jangan putus asa. Tetap semangat kerja ya.”
Tak kujawab ucapan mamakku, aku pergi ke kamar dengan rasa sedih.
Sedih.. kecewa.. pengen teriak tapi tak bisa. Di tengah malam kupanjatkan doaku pada Allah. Aku menangis dalam setiap aduanku. Tak bisa kutahan lagi, tangisanku mengalir terus hingga aku terisak-isak.
“Ya Rabb… ikhlaskan hatiku untuk menerima ini semua. Tegarkan aku, kuatkan aku. Aku hanya bisa mengadu padaMu ya Allah.. berikan aku jalan terbaikMu. Aku yakin takdirMu lebih baik dari semuanya. Aku tak mau membuat mamakku sedih. Sudah cukup ia rasakan kepedihan selama ini. Allah… aku hidup karenaMu, aku mati pun karenaMu.. aku milikMu ya Allah…” terisak batin ini, tersedu-sedu ku meluap dalam tangisanku ini. Sakit hati ini… kembali ku menangis hingga tertidur dalam sajadahku.
Esok pun tiba. Hari dimana semua orang mulai kuliah. Kecuali aku. Hanya sampai pada tes lolos saja tapi untuk membayar biayanya tak ada. Aku mencoba tegar di hadapan semua orang. Sebelum ku pergi kerja, aku berkata pada mamakku,
“Mak aku gakpapa. Aku gak kecewa sama mamak. Aku gak kecewa sama semua orang. Aku kecewa pada diri sendiri. Mungkin ini sudah takdir Allah. Aku berusaha tetap tersenyum mak,” sambil kuteteskan air mata.
“Aku kerja aja mak. Gak usah kuliah mak. Aku…” Rasa tangis ini lagi tak tertahan lagi.
“Sudah nak jangan nangis. Mamak ngerti nak perasaanmu. Sabar nak..”
Sambil memelukku erat.
“Iya udah aku gakpapa kok mak. Sudah mak mau pergi nanti telat.” ucapku mencoba terus tegar agar mamak tak sedih juga.
“iya mamak juga mau pergi. Hati-hati ya nak. Jangan dipikirin.”
“iya..”
Sepanjang jalan di angkot ku terus melamun. Memikirkan semuanya. Dalam hati hanya berkata-kata,
“Pasti enak ya yang bisa kuliah hari ini. Tapi aku gak boleh gitu. Kan udah janji gak boleh sedih. Nanti Allah marah kalau aku gak bisa terima takdir ini. Aku bisa memotivasi orang, aku selalu memberikan semangat pada teman-temanku tapi untuk membuat diriku semangat lagi susah.. gak gampang. Tapi mulai hari ini aku ingin menulis ceritaku ini. Aku ingin jadi penulis yang bisa memberi semangat semua orang.
Yah aku mulai mengetik karyaku di hp dan lalu ku kirim di website-website khusus penulis cerpen. Tak ada komputer ataupun laptop, ku coba terus merealisasikan bakatku ini, tak mengurangi patah semangat. karena aku yakin pasti bisa kalau usaha. Bakatku menulis. Harus aku gunakan pemberian Allah ini. Pasti bermanfaat. Tiada yang sia-sia.”
Lamunku terjawab ketika tiba di kantor. Langsung ku mulai kerja. Tersadar lagi dan kuucap, “Waktu belum bisa memungkinkan aku untuk bisa kuliah tahun ini. Begitupun dengan waktu sampai saat ini, belum bisa menemukanku dengan seorang Ayahku sendiri. Mungkin perlu waktu kembali untuk merubah semuanya. Tapi dalam relung hati yang terdalam ini.. aku masih menunggumu ayah. Menunggu kasih sayangmu yang hilang bertahun-tahun, yang tak pernah aku rasakan sedikit pun. Tapi sampai kapan? Akankah semua ini terjawab? Ya Allah… semuanya aku pasrahkan padaMu.” lagi dan lagi aku terhanyut dalam kesedihan. ah sudah aku gak boleh cengeng. Aku harus bisa bangkit. Harus bisa! bismillah…
Di setiap sela-sela pekerjaanku, aku memulai menulis karya-karyaku.. Berharap suatu hari nanti bisa menjadikan takdir ini berubah menjadi lebih baik lagi. Kesibukanku kini ku lewati agar aku tak merasakan kecewa lagi. Hari-hari kini kulalui. Walau kadang sedih menerpa tapi tetap ku berjuang demi sosok seorang ibu. Dan kini aku lewati semua sampai waktu itu tiba… sampai kepastian itu datang… dan sampai semua orang bahagia karena aku…
Cerpen Karangan: Liya Utari
Facebook: liya_2nl.quetz@[-at-]yahoo.co.id / ‘liiya ‘ernnur’
Nama saya Liya Utari
Saya lahir di Surabaya, 17 September 1995
Saya tinggal di Balikpapan, Kaltim
Hobi saya menulis
email fb liya_2nl.quetz[-at-]yahoo.co.id / ‘liiya ‘ernnur’
email liyaernnur[-at-]gmail.com
Cita-cita ingin menjadi penulis yang mampu memotivasi semua orang, yang dapat memberi manfaat bagi semuanya..
Saya anak ke 2 dari 2 saudara
Saya suka memberi motivasi semangat kepada teman-teman dan saya juga senang belajar agama Islam lebih dalam
Semoga saya bisa bermanfaat untuk semua orang, dan Insya Allah menjadi muslimah sejati di dunia dan akhirat.. AAMIIN….
semangat..!!

0 komentar:

Posting Komentar