Sebuah Hari Mimpi
Covering my ears to listen to you
Shutting my eyes to imagine you
You have slowly become blurred,
You have slowly left me in the unstoppable memories
- Daydream -
Tio… nanti bisa temani aku ke butik?
Ahhh tidak bisa ya? ya sudah kalau gitu… tapi…
Pria itu mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Titik-titik kecil keringat sudah tertera di keningnya saat suara itu kembali tengiang dalam memori otaknya.
Tio… ibu menyuruh kita untuk fitting baju pengantin kita, bisakah kamu datang?
Oh.. kamu ada rapat penting hari ini? ya sudah tapi bisakah kamu nanti menyempatkan untuk datang? walaupun terlambat tidak apa-apa yang penting…
Baiklah kalau begitu… aku akan menunggu kamu di butik ya? Aku mencintaimu…
Pria itu menggelengkan kepalanya lemah. Matanya masih terpejam tapi kedua tangannya sudah terkepal dengan sangat erat. Peluh keringat semakin membasahi wajahnya. Sekuat tenaga ia berusaha untuk bangun agar bayangan suara itu hilang dari memori otaknya.
Tio..? Kenapa kamu belum datang juga? Aku sudah hampir 3 jam menunggumu disini… Kamu ada dimana? kalau kamu memang tidak bisa datang setidaknya telfonlah aku, jangan buat aku khawatir seperti ini…
Tiffanny…
Fanny… TIFFANNY
Pria itu langsung terbangun dari tidurnya dengan nafas yang terengah-engah. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Pria itu, Tio berusaha untuk menormalkan kembali detak jantungnya dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Tio memejamkan matanya sejenak dan tanpa terasa air matanya kini berhasil lolos membasahi pipinya. Ia menyentuh dadanya dan entah kenapa ia kini merasakan sesak yang luar biasa saat ia kembali teringat dengan mimpinya tadi. Tio mengatur nafasnya untuk menjadi normal kembali dan perlahan ia membuka matanya kembali. Tio melihat jam di kamarnya yang kini masih menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Pria itu, Tio menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidurnya dan kembali menyentuh dadanya yang masih terasa sesak. Terasa sesak saat ia lagi dan lagi kembali mengingat bayangan suara itu. Suara seseorang yang sangat berarti untuknya. Dan suara seseorang yang sangat dirindukannya saat ini. Tio menundukkan kepalanya dan lagi-lagi air mata yang sejak tadi menggenang di pelupuk matanya berhasil keluar sehingga membasahi wajahnya.
- Daydream -
Pria dan wanita paruh baya itu menolehkan kepalanya saat mendengarkan derap langkah kaki seseorang yang menghampirinya ke ruang makan. Wanita paruh baya itu tersenyum hangat saat melihat putra tunggalnya itu sudah rapi dengan kemeja putih lengan panjang dan celana kain panjang berwarna hitam yang ia kenakan serta jas hitam yang ia pegang di tangan kanannya.
“Kamu mau sarapan apa, sayang?” Tanya wanita itu dengan lembut pada putranya itu.
“Roti saja bu…” Ucap Tio lalu mendudukan dirinya di kursi.
“Tio… apakah kamu sibuk hari ini? kalau tidak nanti bisa temani ayah bertemu dengan klien ayah dari China?” Ucap pria paruh baya itu sambil memandang putranya itu.
“Hmmm…?” Tio menghentikan makannya lalu memandang ayahnya itu. “Ayah..?” Panggilnya yang membuat kedua orang tuanya itu kini memandangnya.
“Ya…”
“mmm… hari ini bolehkah aku ijin untuk tidak ke kantor?” Tanya Tio lirih.
“Memangnya kamu ingin kemana? ada urusan penting kah?”
“Aku… aku ingin mengunjunginya hari ini” Ucap Tio sambil menundukkan kepalanya sedangkan kedua orang tuanya sempat terkejut dengan kata-kata putranya tentang ‘mengunjunginya’ itu.
“Kamu ingin menemuinya sayang?” Tanya wanita paruh baya itu sambil memegang tangan kanan putranya. “Kalau kamu ingin menemuinya.. pergilah nak, ibu yakin dia akan senang jika kamu datang mengunjunginya” Ucap wanita itu sambil mengusap punggung anaknya itu.
“Baiklah ayah akan mengijinkan kamu” Ucap pria paruh baya itu sambil tersenyum.
“Terima kasih ayah…” Ucap Tio.
- Daydream -
Mobil mewah berwarna hitam itu berhenti di dekat sebuah taman kota yang cukup ramai hari itu. Pria itu, Tio keluar dari mobil mewahnya itu lalu memandang kearah taman yang sudah cukup lama tidak pernah ia kunjungi. Tio melangkahkan kakinya menyusuri taman itu. Dilihatnya beberapa orang yang sedang duduk-duduk santai sambil membaca buku dan beberapa anak kecil yang sedang bermain ayunan yang ada di taman itu. Tio menghentikan langkahnya saat ia berada di depan sebuah bangku kayu. Ia mendekati bangku itu lalu mendudukan dirinya di bangku itu dan kini ia kembali mengingat sebuah kenangan di memori otaknya.
“Jadi kamu menelfonku malam-malam hanya untuk mengajak aku duduk di taman ini?” Tanya Tio sambil memandang gadis dihadapannya yang sedang duduk sambil mengemut permen lollipopnya.
“Hmmm… habis aku bosan di apartement terus” Ucap gadis itu, Tiffanny yang masih asyik mengemut permen lolipopnya itu.
“Kalau kamu bosan kenapa kamu tidak pulang ke rumahmu saja sayang..?” Ucap Tio yang kini sudah duduk di samping gadisnya itu.
“Kalau aku pulang itu akan jauh lebih membosankan karena papah dan mamah sedang keluar negri” Ucap Tiffanny.
“Tapi bukan berarti kamu bisa membuat aku repot kan? hey.. kamu tahu besok aku itu ada rapat penting pagi-pagi sekali”
“Kamu itu kan tunanganku jadi kamu harus mau untuk direpotkan. Lagi pula ini masih pukul 11 malam dan aku rasa nanti masih punya waktu untuk tidur dan aku jamin besok kamu tidak akan kesiangan” Ucap Tiffanny sambil tersenyum manis kepada tunangannya.
“Kalau sampai besok aku kesiangan, kamu harus menerima hukumannya” Ucap Tio sambil mencubit pelan hidung gadisnya yang membuat Tiffanny mengerucutkan bibirnya.
Tio menyunggingkan senyumnya saat kembali mengingat kejadian itu. Kejadian dimana gadisnya itu menelfonnya malam-malam dan menyuruhnya datang ke apartemennya hanya untuk menemaninya duduk di taman dengan alasan gadisnya itu bosan berada di apartemennya. Tio melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Tio mengusap pelan bangku yang pernah diduduki gadisnya itu lalu ia beranjak dari duduknya dan kemudian ia berjalan menuju tempat dimana mobilnya diparkirkan tadi.
- Daydream -
Setelah dari taman tadi, Tio langsung mengendarai mobilnya menuju suatu tempat. Dan sekarang disinilah ia berada, di depan sebuah gedung apartemen mewah. Tio keluar dari mobilnya lalu berjalan memasuki gedung itu. Ia berjalan memasuki lift dan menekan angka 11 pada tombol yang ada di lift itu. Tak harus menunggu lama kini pintu lift itu terbuka saat ia sudah sampai di lantai 11, Tio keluar dari lift lalu ia kembali melanjutkan jalannya. Pria itu menghentikan langkahnya saat ia berada di depan sebuah pintu yang bertuliskan angka 112 dan di depan sebuah pintu tempat dimana gadisnya itu tinggal. Pria itu, Tio mulai memasukkan password yang membuat pintu apartemen itu terbuka. Tio tak langsung masuk tapi ia justru terdiam dan tersenyum miris saat mengingat password yang membuat pintu apartemen itu terbuka. TLoveT, Tio tersenyum miris saat mengetahui bahwa Tiffanny masih menggunakan kata-kata itu sebagai password apartemennya.
Tio menghela nafas beratnya lalu ia mulai memasuki apartemen yang sudah cukup lama tidak ia datangi itu. Tio menutup pintu apartemen itu pelan lalu ia melangkahkan kakinya menuju ruang tamu di apartemen itu. Ia menyalakan lampu di ruang tamu itu dan kini ia dapat melihat barang-barang milik Tiffanny masih tertata rapi disana. Tio berjalan perlahan menuju sofa yang ada di ruangan itu. Perlahan tangannya memegang sofa berwarna putih itu, tempat dimana ia dan Tiffanny sering menghabiskan waktu berdua untuk mengobrol ataupun menonton dvd bersama. Kemudian ia berjalan menuju meja yang ada di dekat sova itu. Sebuah meja yang menjadi tempat dimana foto-foto gadisnya itu terpajang. Tio mengambil salah satu bingkai foto yang berisikan foto Tiffanny yang sedang tersenyum manis dan disampingnya adalah dirinya yang tersenyum dan merangkul pundak gadis itu. Tio mengusap pelan foto itu lalu ia memejamkan matanya sambil mendekap foto itu. Tapi itu hannya sebentar saat ia merasakan kehadiran seseorang dan ia langsung membuka kembali matanya.
“Fanny…” Tio mengedarkan pandangannya dan ia menghela nafas beratnya saat ia sama sekali tidak menemukan kahadiran seseorang di ruangan itu. Tio meletakkan kembali bingkai foto itu di meja lalu kini ia berjalan menuju sebuah kamar dengan pintu berwarna putih. Tio perlahan membuka pintu itu lalu ia masuk ke kamar yang masih terlihat rapi.
“Fanny… kamu dimana?” Ucap Tio saat ia memasuki apartemen gadisnya itu. Tio mengedarkan pandangannya saat ia tidak menemukan gadisnya itu. Biasanya Tiffanny akan menyambutnya jika Tio datang ke apartemennya itu. “Tif…” Ucap Tio lagi.
Tio melangkahkan kakinya menuju kamar Tiffanny saat dilihatnya pintu kamar itu yang terbuka. Tio masuk ke kamar itu dan ia bernafas lega saat melihat gadisnya itu sedang tidur dengan posisi duduk dan kepala yang ia sandarkan di meja kerjanya. Tio menghampiri Tiffanny lalu melihat laptop gadis itu yang masih menyala. Tio melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 9 malam lalu ia menyimpan laporan kerja gadisnya itu lalu ia menshut down laptop itu.
“Tumben sekali jam segini kamu sudah tidur..? terlalu lelah kah?” Ucap Tio lalu mengangkat tubuh Tiffanny dengan pelan agar gadisnya itu tidak terbangun. Tio melangkahkan kakinya menuju tempat tidur Tiffany tapi baru 2 langkah ia dikejutkan dengan kekehan kecil yang terdengar dari mulut gadisnya itu.
“Yak.. kamu pura-pura tidur?” Ucap Tio yang membuat Tiffanny membuka matanya lalu tersenyum manis pada tunangannya itu. “Jadi kamu mengerjaiku, eoh?” Tanya Tio.
“Hmmm… lagian mana mungkin jam segini aku sudah tidur? kamu tahu sendiri kan jadwal tidur aku itu pasti di atas jam 12 malam” Ucap Tiffanny.
“Hahhh… ya sudah sekarang turun. Kamu tahu tubuhmu itu terasa berat”
“Aku nggak mau.. kamu sudah menggendong aku jadi sekarang kamu harus tetap gendong aku sampai tempat tidur lagi pula sepertinya sekarang aku sudah mulai menagantuk” Ucap Tiffanny sambil tersenyum jahil.
“Aishhh bilang saja kamu itu ingin merasakan di gendong sama aku” Ucap Tio yang membuat Tiffanny semakin mengembangkan senyumnya.
Tio tertawa kecil saat mengingat kejadian itu. Lalu ia berjalan menuju tempat tidur dengan nuansa pink itu. Tio mendudukkan dirinya di tepi tempat tidur itu, ia mengambil bantal dan memeluknya berharap ia masih bisa menghirup aroma tubuh Tiffanny yang berbekas di bantal itu.
“Aku merindukanmu…” Ucapnya lirih.
- Daydream -
“Sadarkah dengan apa yang kamu lakukan tadi?” Ucap Tio kepada Tiffanny dengan nada marah saat mereka sudah di apartemen Tiffanny. “Kamu tahu… tidak sepantasnya kamu berbicara seperti itu tadi, kamu…”
“Bukankah seharusnya aku yang marah disini? Aku menunggumu hampir 3 jam di butik tanpa ada kabar yang jelas darimu, aku pikir kamu benar-benar sibuk tapi apa yang aku lihat tadi kamu malah asyik makan berduaan dengan gadis murahan itu” Ucap Tiffanny dengan air mata yang kini sudah menggenang di pelupuk matanya.
“Tiffanny… berhenti menyebutnya wanita murahan… dia itu klienku”
“Klien? Oh… selain dia mantan kekasihmu sekarang dia klienmu? pantas saja kalian bisa berduaan seperti tadi. Ahhh atau jangan-jangan dibelakangku kalian malah sudah jadian kembali?”
PLAKK… satu tamparan cukup keras berhasil mengenai pipi kanan Tiffanny. Gadis itu memegangi pipinya dan air mata yang ia pertahankan kini runtuh seketika.
“Fanny…” Ucap Tio lirih saat ia menyadari atas apa yang baru saja ia lakukan barusan. Ia benar-benar emosi dan hilang kendali saat Tiffanny mengucapkan sesuatu yang sama sekali tidak ia lakukan. Dan kini ia sangat merasa bersalah karena sudah menampar gadis itu dan ia juga merasakan sesak di dadanya sat ia melihat gadisnya itu menagis dan itu karena dirinya.
“Kamu…”
“Maaf..maaf..aku…” Baru saja Tio akan menyentuh pipi Tiffany tapi gadis itu langsung menghindar yang membuat Tio kini merasakan sakit didadanya dan semakin merasa bersalah.
“Kamu berani menamparku hanya untuk perempuan itu? Oh seharusnya aku sadar dari awal kalau kamu tidak benar-benar mencintaiku. Seharusnya aku sadar kalau aku hanya satu-satunya orang yang menginginkan pernikahan ini dan juga seharusnya aku sadar kalau…”
“Tidak… tidak itu tidak benar. Aku mencintai kamu Fanny dan aku juga sangat menginginkan pernikahan ini dan kamu harus percaya…”
“Setelah kamu menampar aku, haruskah aku memepercayai kamu? sepertinya kita memang harus berpikir lagi tentang rencana pernikahan ini. sekarang aku ragu apakah pernikahan ini bisa tetap dilaksanakan atau tidak” Ucap Tiffanny lalu mengusap air matanya dengan kasar dan kemudian berlari keluar dari apartemennya.
“Tio… Fanny… Tiffanny kecelakaan…”
“Tidak… itu tidak mungkin…”
“Tio…”
“Ibu… itu tidak benar kan, Fanny… Itu tidak mungkin. Tidak.. tidak… TIFFANNY”
- Daydream -
Tio terbangun dari tidurnya dengan nafas yang terengah-engah. Mimipi itu, mimpi yang sudah 3 bulan ini selalu hadir dalam tidurnya. Mimpi yang selalu membuatnya merasa bersalah dan merasa takut karena harus kembali mengingat kejadian itu. Tio menyandarkan tubuhnya pada pangkal tempat tidur lalu mengedarkan pandangannya dan ia baru ingat kalau ia masih berada di kamar Tiffanny dan tadi ia tertidur di tempat tidur gadisnya itu. Tio menyeka peluh keringat yang ada di keningnya lalu pandangannya teralih pada iphone-nya yang ada di meja di samping tempat tidur Tiffanny.
“Hallo bu…” Ucap Tio setelah ia mengambil dan mengangkat panggilan masuk di iphone-nya itu.
“Kamu dimana? bisakah kamu ke rumah sakit sekarang… dia…”
- Daydream -
Not Breathing to feel you clutching both fists together to touch you
You have slowly become blurred, you have slowly become blurred
You have slowly left me in the unstoppable memories…
Pria itu, Tio berlari menyusuri lorong rumah sakit. Ia sudah tidak memperdulikan perkataan orang-orang yang tak sengaja tertabrak olehnya karena saat ini ia berlari dengan tidak fokus, yang hanya ada dipikirkannya saat ini adalah perkataan ibunya yang masih sangat jelas terngiang di otaknya.
“Fanny keadaannya semakin memburuk Tio… jadi bisakah sekarang kamu datang ke rumah sakit”
Ya gadis itu, Tiffanny kini sedang terbaring koma di rumah sakit sejak 3 bulan yang lalu. Kecelakaan mobil yang ia alami setelah ia bertengkar dengan Tio malam itu membuatnya harus terbaring koma hingga sekarang. Selama 3 bulan itu, kondisi Tiffanny tidak pernah ada perubahan dan baru hari ini Tio mendapat kabar terbaru dari gadisnya, tapi berita itu bukan membuatnya bahagia tapi berita itu malah membuatnya semakin merasakan ketakutan jika ia harus benar-benar kehilangan gadisnya itu.
“Ibu…” Ucap Tio saat ia sudah berada di hadapan ibunya. Dan di tempat itu juga Tio melihat kedua orang tua Tiffanny dan ayahnya yang menunjukkan raut wajah khawatir.
“Tio…” Wanita paruh baya itu memandang putranya dengan tatapan sedih.
“Bag… bagaimana keadaannya, dia…” Ucapan Tio terhenti saat melihat dokter beserta 2 orang suster dibelakangnya keluar dari ruangan Tiffanny di rawat.
“Dokter… bagaimana keadaan Tiffanny? dia baik-baik saja kan? dia sudah bangun dari komanya kan?” Ucap Tio yang membuat dokter itu memandangnya dengan wajah sendu.
“Maaf…” Dokter pria itu menundukkan kepalanya yang membuat Tio merasa semakin takut. “Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi…”
“Tidak…” Tio memegang kedua bahu dokter itu lalu mengguncangnya pelan. “Tidak.. itu tidak benar kan… Tiffanny baik-baik saja kan? Tiffanny sudah bangun dari komanya kan dokter” Ucap Tio dengan suara bergetar dan tak terasa air mata yang sejak tadi ia tahan kini sudah mengalir membasahi pipinya.
“Maaf.. tapi nona Tiffanny sudah pergi meninggalkan kita…” Ucap Dokter itu yang membuat Tio secara perlahan melepaskan cengkraman tangannya dari kedua bahu dokter pria itu.
“Itu tidak mungkin…” Tio menggelengkan kepalanya pelan dan mundur secara perlahan. Ia merasakan kini kedua kakinya melemas dan itu membuat ayahnya langsung merangkul pundak putranya untuk menguatkannya.
“Sabar nak…” Ucap ayah Tio.
“Itu tidak benar kan ayah? dia tidak pergi meninggalkanku kan?” Ucap Tio dengan lirih lalu kini pandangannya beralih kepada kedua orang tua Tiffanny yang sudah menangis sama seperti dirinya.
“Tante… itu tidak benar kan? dokter itu berbohong kan?” Tanya Tio yang membuat ibu Tiffanny semakin deras mengeluarkan air matanya.
“Tio…” Ibu Tio menghampiri anaknya itu.
“Aku harus menemuinya bu…” Ucap Tio lalu pria itu berlari masuk ke dalam ruangan Tiffanny dan pria itu semakin merasakan kakinya melemas dan tangannya bergetar saat melihat gadisnya itu masih menutup matanya dan alat-alat medis yang selama ini membantu gadisnya itu untuk bertahan sudah di lepas. Tio perlahan menghampiri Tiffanny dan pria itu dapat melihat wajah gadisnya yang sangat pucat itu saat ia sudah berada di samping tempat tidur Tiffanny.
“Sayang…” Tio menggenggam tangan Tiffanny yang terasa dingin lalu ia menatap wajah Tiffanny dengan sedikit kabur karena air mata yang masih mengalir keluar dari matanya. “Hey bangunlah dan katakan kalau mereka itu bohong…” Ucap Tio lirih.
“Tiffanny…” Tio mengguncang bahu Tiffanny karena gadis itu tak kunjung menjawab perkataannya. “Sayang.. bangunlah, buka matamu. Bukankah besok kita akan menikah? Buka matamu TIFFANNY” Teriak Tio sambil terus mengguncang bahu gadisnya itu. “Kalau kau marah denganku buka matamu dan segera tampar dan pukuli aku Fanny… Fanny cepat buka matamu jangan membuatku takut seperti ini” Ucap Tio dengan suara bergetar. Pria itu semakin deras mengeluarkan air matanya dan kini pria itu memeluk Tiffannya dan membenamkan wajahnya dilekukan leher Tiffanny.
“Tio…” Ibu Tio yang sudah berada diruangan itu memegang pundak anaknya, berusaha untuk menguatkan anaknya itu.
“Ikhlaskan dia.. nak” Ucap ayah Tiffanny lirih sambil menepuk pundak Tio pelan yang membuat Tio mendongakan kepalanya dan kini menatap calon ayah mertuanya itu dengan sedih. Lalu pria paruh baya itu memegang tangan dingin putrinya dan mengecup kening Tiffanny cukup lama. “Semoga kamu tenang dan bahagia disana sayang…” Ucap ayah Tiffanny lirih dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.
“Ibu mencintai kamu sayang… semoga kamu bahagia disana” Ucap ibu Tiffanny lalu mencium pipi mulus dan dingin putrinya itu.
Pria itu, Tio kembali memandang intens gadis yang terbaring dihadapannya itu. Diusapnya rambut Tiffanny lalu mencium kening gadis itu cukup lama, lalu ciumannya itu beralih ke kedua mata Tiffanny yang tertutup rapat.
“Aku bahkan belum mengunjungimu hari ini tapi kenapa kamu justru pergi meninggalkan aku Tiffanny? bukankah kamu yang berjanji untuk selalu berada di sisiku? tapi kenapa secepat ini? bahkan kita belum mencoba baju pengantin kita? bahkan kita belum mencoba cincin pernikahan kita sayang…” Ucap Tio lirih dan setelah itu ciumannya beralih ke pipi gadisnya itu.
“Aku mencintaimu… terimakasih sudah hadir dalam kehidupanku selama ini dan terima kasih sudah mau menjadi bagian yang teramat penting dalam hidupku. Aku mencintaimu sayang dan semoga kamu bahagia disana… dan semoga suatu saat nanti kita dapat dipersatukan kembali” Ucap Tio lirih lalu mengecup sudut bibir Tiffanny dan seiringan dengan itu air matanya kini menetes kembali.
- END -
Cerpen Karangan: Apri Dwi Jayanti
Facebook: Apri Dwii Jayanti
0 komentar:
Posting Komentar